Otoritas Daerah Online

Membangun Daerah Membangun Bangsa

Selasa, 11 November 2008

ALLAH SALAH, SALAH ALLAH !?




Departemen Mubajir:
“..DEPDAGRI, DKP ATAU SALAH ALLAH?..”


(…Nah, kalau sudah demikian apa arti OTONOMI DAERAH di pesisir, jika tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat sekitar…)


Amanah UU No.22 Tahun 1999 ttg Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir yang selama ini sentralitik bergeser ke-desentralistik, ibarat pribahasa ‘pucuk dicinta ulam tiba’ Pemda seputar pesisir pun berlomba-lomba meng-eksploitasi potensi yang ada, dan yang ‘meng-ada-ada’. Otoritas daerah, itu maunya mereka. Ibarat pribahasa, kuda lepas kandang. ‘lompat kiri, lompat kanan, lompat kiri, sepak depan, sepak belakang. Segala cara dan upaya dikerahkan, tak terhitung berapa sudah Perda yang dikeluarkan dan akan dikeluarkan Pemda sepanjang pesisir.Tak terhitung berapa sudah uang rakyat yang dipakai untuk ini, dan berapa besar lagi yang akan dipakai kedepan?

Wilayah pesisir yang memanjang lebih dari 60 Km2 itu melalui lebih dari 45 Kota dan 180 Kabupaten dengan jumlah penduduk lebih dari 140 juta jiwa ( 60% dari penduduk Indonesia). Era Otda, seharusnya bukan hanya jumlah penduduk yang bertambah disana, apalagi jumlah pengangguran usia produktif. Namun bagaimana caranya hasil sumberdaya pesisir dapat ‘lebih’ memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB nasional 50% atau meningkat 100% dari thn.1990 lalu. Apa bisa?

Secara geografis, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demikian luas membutuhkan pembelahan wilayah secara ideal sehingga rentang pengawasan dan pelayanan menjadi lebih efisien dan efektif (itu teorinya). Sebagai perbandingan, dengan luas yang hampir sama dengan wilayah Eropa Timur, Indonesia baru memiliki kurang lebih 458 Kabupaten/Kota dan 33 Provinsi. Sedangkan wilayah Eropa Timur sendiri terdiri dari kurang lebih 22 negara. Artinya, perlu pertimbangan kembali jumlah Kabupaten/Kota dan Propinsi yang ideal dalam menjamin efisiensi dan efektivitas pemerintahan di daerah. Berarti hanya dua pilihan yang ada, terus mekarkan lagi daerah pesisir itu, atau diciutkan. Mekar atau ciut sepertinya bukan suatu hal yang ‘ruar biaza’ lagi bagi masyarakat pesisir, jika kehidupan dan ekonomi mereka terus ‘kelaut ajee..

Indonesia (konon) kaya akan Potensi wilayah pesisir, namun faktanya pengelolaan wilayah pesisir belum ‘serius’ sehingga yang ada adalah pola sentralistik dan ‘asal otda; ekploitasi SDA yang liar, asal kena, asal semua senang dan asal-asalan.


Ada atau tidaknya UU yang mengatur tentang Wilayah Pesisir tidak akan berarti jika mental & prilaku ‘asal otda’ itu masih melekat erat dan telah berkarat. Nah, kalau sudah demikian apa arti OTONOMI DAERAH di pesisir, jika tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat sekitar. Makanya wajar saja, jika sebuah produk rokok membuat acara DANGDUT PESISIR. Memperkenalkan produk mereka keliling wilayah pesisir, membuat senang rakyat , berdangdut, bergoyang, menghilangkan keputus-asaan dan hidup bisa lebih ‘sugih’ era Otda ini.

Lalu siapa yang salah?, dan siapa yang harus bertanggung-jawab. Namun jangan sebut bahwa ada departemen/instansi yang mubajir ‘keberadaannya. Kami pun tidak menyalahkan Departemen Dalam Negeri (cq.Dirjend Otda), Departemen Kelautan & Perikanan (cq.Dirjend pulau kecil dan pesisir)…?. Atau kita cukup saja menyalahkan ALLAH seperti actor komedian Aming Extravaganza dalam Film ‘Doa Yang Mengancam?. Yang mengancam Allah karena hidup susah. Amit amit..!!

(>>..Kepada Yth, pemilik no.hp.0815.4322.XXXX, Jakarta Barat. Terima-kasih atas ‘sumbang saran’ anda untuk hal ini, Untuk pembaca Sku.Otda lainnya, kami harapkan pula dpt memeriahkan rubric Departemen Mubajir ini, Merdeka !!.,.) (Tim buser:@rief/kiki/foto;ist))


Tidak ada komentar: