Otoritas Daerah Online

Membangun Daerah Membangun Bangsa

Selasa, 27 Januari 2009

PENYAKIT SOSIAL DI BALI



PENYAKIT SOSIAL & PEDOFILIA DI BALI

Sku.OTDA/Laporan utama: Waktu lalu gencar diberitakan adanya kasus pedofilia, yang dilakukan Heller Michel Rene (55), warga negara Perancis terhadap anak-anak remaja Bali. Heller demikian akrab dimata anak-anak sana, murah hati dan tidak sombong. Maklum ‘bule ini telah 5 tahun menetap disana.Sehingga mereka pun kerap keluar masuk villa Heller yang berada di kawasan Lovina, Singaraja.

Andi (16 thn) nama samaran- adalah salkah satu korban Heller, berasal dari keluarga yang ‘tidak punya. Sehingga ia pun sering mendapat upah dari Heller atas jasanya memberikan pelayanan ‘pintu belakang itu. Andi dan teman-temanya, adalah anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari kawasan pantai di Kabupaten Karangasem yang dikenal sebagai salah satu kantong kemiskinan di Provinsi Bali. Orangtua mereka kebanyakan merupakan buruh tani maupun nelayan dengan penghasilan pas-pasan.

Kejahatan seksual Michel baru terkuak menyusul surat dari Interpol Perancis melalui Kedutaan Besar Perancis di Jakarta. Isinya, Michel adalah buronan kepolisian Perancis dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak (pedofilia) di negaranya.Juga masih hangat akan meruaknya kasus William Stuart Brown, warga negara Australia yang bunuh diri di kamar tahanan Mei 2004. Sebelumnya, mantan diplomat Australia itu menetap dan menjadi guru bahasa di Desa Jasri, Karangasem. Ia dijatuhi hukuman 13 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karangasem.

Di tengah pesatnya perkembangan sektor pariwisata, ancaman kekerasan seksual terhadap anak-anak memang kian nyata. Anak-anak dengan latar belakang keluarga miskin, terutama anak-anak jalanan, sangat rentan menjadi mangsa empuk para bule yang mengidap kelainan seksual ini. Dengan iming-iming uang maupun berbagai pemberian dari sang pelaku banyak anak terkecoh dan akhirnya jadi korban.

Tindak pelecehan seksual terhadap anak-anak menimbulkan trauma mendalam pada korban. Menurut Suryani yang menangani sejumlah anak korban pedofilia, gangguan psikis mereka tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Dampak tindak kekerasan seksual itu memang berbeda-beda, tergantung dari bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban. Korban pelecehan seksual yang telah menginjak dewasa juga terganggu kejiwaannya sehingga sulit membangun mahligai rumah tangga secara harmonis. Mereka cenderung kehilangan gairah seksual, dan sulit mengasihi pasangannya.

Sayangnya, sejauh ini proses penyembuhan para korban justru terhambat sanksi sosial dari masyarakat di lingkungan sekitarnya. Sejumlah anak mengaku menjadi bahan ledekan teman-teman sebayanya di sekolah sejak kasus pedofilia mencuat ke permukaan. (Agus/Evy Rachmawati/ Sisi Kelam Pariwisata di Pulau Dewata)

Tidak ada komentar: