Otoritas Daerah Online

Membangun Daerah Membangun Bangsa

Minggu, 16 November 2008

HARI IBU





(…Karena media kita lebih kerap menyoroti bagaimana perempuan Indonesia kini yang terjebak kedalam prostitusi, narkoba, perselingkuhan, perceraian, trafficking, hingga kepencurian sembako karena sang suami menganggur dan kebutuhan hidup terus memburu?…)

Sku.OTDA/Hari Ibu: Seorang istri teman, wanita karir yang mempunyai salah satu café-resto di Bandung, pernah kirim sms kepada kami, “Hari Ibu?,kapan ada hari Bapak?, Hahaha…”, ironis memang jika sebagian dari kita, khususnya perempuan Indonesia melupakan mungkin mencampakan historical akan HARI IBU, padahal ini adalah salah satu symbol dan reward kepada para founder perempuan Indonesia
Hari Ibu adalah hari di mana kaum perempuan dimanja dan dibebaskan dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Di Indonesia hari ini dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional. Berbeda dengan di Amerika, dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong yang merayakan Hari Ibu atau Mother’s Day pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei. Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Ibu atau Mother’s Day diperingati setiap bulan Maret.

Hari Ibu’Indonesia
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji ke-ibu-an para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, surprise party bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Era Otonomi Daerah, masihkah peranan HARI IBU se-sakral waktu lalu, minimal spirit pemberdayaan perempuan disetiap daerah dalam sudut yang positip. Karena media kita lebih kerap menyoroti bagaimana perempuan Indonesia kini yang terjebak kedalam prostitusi, narkoba, perselingkuhan, perceraian, trafficking, hingga kepencurian sembako karena sang suami menganggur dan kebutuhan hidup terus memburu?, Demikian halnya, tulisan ini kami dedikasikan kepada semua perempuan Indonesia dimana saja berada, khususnya mereka para Ibu dan wanita Pesisir dan petani. Tetap semangat menyambut hidup kalaupun saat ini harga sembako, biaya pendidikan, dan biaya kesehatan belum sepenuhnya berpihak kepada kalian.
Semoga di HARI IBU tanggal 22 Desember mendatang tidak ada lagi perempuan Indonesia yang bertanya dan melecehkan momen ini. Ada yang salah sedikit, tapi entah dimana, yang jelas HARI IBU kelak bukan lagi merupakan pengetahuan saat disekolah belaka, yaitu sebagai salah satu dari Hari Nasional, That’s all. ‘ojo koyo kuwilah… (@rief/kiki/foto.ist)

Tidak ada komentar: