Otoritas Daerah Online

Membangun Daerah Membangun Bangsa

Kamis, 05 Maret 2009

Pro kontra, Serangan Umum 1 Maret 1949


Pro kontra,
Serangan Umum 1 Maret 1949

Sku.OTDA/Senbudparkes : Pro kontra akan siapa yang menggagas, pelaksana dan siapa yang ‘paling berjasa akan peristiwa heroic ini tidak pernah berhenti hingga saat ini; Panglima Besar (Pangsar) Sudirman , Kolonel Abdul Haris Nasution, Kolonel Gatot Subroto, Letkol Dr. Wiliater Hutagalung, Kol. Bambang Sugeng Kolonel T.B. Simatupang, Hamengku Buwono IX atau Letkol.Soeharto?

Namun selama ini kita semua telah digiring oleh ‘opini bahwa Soeharto lah yang paling berjasa, karena saat itu ia selaku Komandan Wehrkreis III/Brigade 10, Letkol. Suharto, yang memimpin penyerangan di kota Yogya. Tapi sudahlah, biar Tuhan saja yang menilai, bukan kita, karena akan membuat satu-sama lainnya ‘bertengkar.
Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara terkoordinasi direncanaan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM (Gubernur Militer) III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih solid, masih punya gigi & siap mati untuk NKRI. Sekaligus sebagai dukungan moral TNI untuk para delegasi/diplomat kita dalam perundingan dengan Belanda di Dewan Keamanan PBB.
Diawali dengan mulai lemahnya Belanda dibeberapa daerah Pasca Agresi Militer II/Desember 1949, maka pucuk pimpinan militer kita melakukan strategi menghancur-leburkan Belanda di Jawa Tengah,Yogya dan sekitarnya. Selain kekuatan militer juga pengerahan rakyat demikian membantu berjalannya scenario SPEKTAKULER ini. Waktu yang ditargetkan penyerangan antara tgl.25/Feb-1/Maret 1949 adalah hari ‘H’.
Yogya berapi, Solo, Magelang, Semarang dan sekitarnya membara, ini adalah keberhasilam ‘kolektif TNI, bukan individu. Teapt pukul 11.00 ‘serangan umum 6 jam’ mencapai target dan sasaran. Kalaupun pasukan Belanda hanya sedikit yang tewas, dan tidak sebanding dengan pasukan dan jumlah rakyat yang menjadi korban. Namun kemenangan pertempuran dan diplomat kita BERHASIL mempermalukan Belanda dimata dunia internasional.

Kemudian muncul pro-kontra dengan segala aspek atas hal ini, itulah pekerjaan manusia yang berorientasi kepada popularitas, memutar-balikan fakta dan perjuangan dari ‘pejuang sejati. Disebagian ceritra, Suharto melakukan itu karena mendesak dan tidak mampu menghubungi Pangsar Soedirman yang sedang bergerilya, sedangkan perlu pembuktian kepada dunia internasional bahwa TNI masih ada, maka ia pun merencanakan serangan itu. Dari sumber lain terbantahkan bahwa mana mungkin seorang Suharto, yg saat itu berpangkat Letkol mempunyai wewenang langsung memimpin pertempuran besar dan bergengsi ini tanpa kordinasi dengan petinggi lain, demikian juga ini membantah isu bahwa Sri Sultan HB IX (kepala daerah & sipil) disebut sebagai pemilik ide serangan tersebut.

60 tahun sudah peristiwa heroic ini terukir dalam sejarah kita, apapun harus terus diupayakan ‘pelurusan sejarah untuk ini. Namun siapa yang bisa?, sedangkan didalamnya sudah ada ‘peng-ingkaran hati dan sejarah yang tidak sejalan dengan sapta marga. Hanya doa kami sampaikan kepada mereka yang telah berpulang kepangkuan Ibu Pertiwi. ’khusus Mereka para pejuang sejati, yang bukan pemutar balik sejarah abadi.’Merdeka..(@rief/Asep)

Tidak ada komentar: